Selasa, 08 November 2016

Jokowi Berpihak Pada Pemodal, Ketum DPP IMM Instruksikan Kader Siap-Siap Tumpah Ruah di Jalan


InfoBerbagaiBerita - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) Taufan Putrev Kerompot menginstruksikan kepada seluruh kader se-Indonesia baik dari tingkat komisariat, cabang, dan DPD untuk siap-siap turun bertumpah ruah di jalan karena Negara dikendalikan oleh pemodal. Jokowi lebih berpihak kepada pemodal ketimbang rakyatnya sendiri. Demikian disampaikan Taufan melalui rilisnya di berbagai media, kemarin.

“Demokrasi telah mati, kedaulatan bangsa makin tergerus. Pemimpin merakyat hanya pencitraan. Pemimpin tegas hanya klaim semata, kerusuhan, jatuhnya korban saat aks (4/11), karena pemimpin yang tak sesuai antara perkataan dan perbuatannya. menegakkan hukum, namun ternyata tebang pilih. Aksi 4/11 adalah akumulasi dari tidak tegaknya hukum di negara ini. Rakyat kecil yang dianggap hate speech dijemput paksa, terduga teroris bahkan ditembak mati, namun penista agama masih bebas berkeliaran. BLBI, Century selesai sebatas mimpil,” Tutur Taufan Putrev Kerompot.

Menurut Taufan, presiden tidak tegas dan tidak menunjukkan pembelaannya terhadap umat.  Nawacita jadi dukacita, pemimpin merakyat hanya pencitraan, para pemilik modal, korporasi, kelompok berdasi yang merampok dan menjarah bangsa ini, dijamu dengan baik oleh presiden Jokowi di istana. Sementara masyarakat, ulama, umat islam yang menyatakan aspirasinya 4/11, diabaikan.

“Presiden malah meninggalkan istana, demi meninjau proyek di Jakarta. Urgentkah? TIDAK. Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Papua, Sumatera, NTB, NTT, dan desa-desa di pelosok Jawa lebih mendesak,” Kata Taufan

“Inilah resiko jika Indonesia tidak berdaulat. Pemimpin dikendalikan para pemilik modal dan korporasi asing. Wajar jika reklamasi, proyek kereta cepat jakarta bandung yang belum mendesak plus diserahkan kepada asing, izin ekspor Freeport dan impor cangkul diprioritaskan. Industri nasional mandul. Trisakti telah mati,” Jelasnya

Yang lebih menyakitkan lagi menurut Aktifis asal Sulawesi Utara ini, Jokowi menuding aksi 4/11 telah ditunggangi oleh actor-aktor politik. Pernyataan yang tak bisa diterima. Jika para ulama, tokoh Muhammadiyah, termasuk pendiri IMM ayahanda rosyad soleh, dan ribuan kader IMM yang turun saat aksi 4/11 tanpa atribut sama sekali agar bersatu bersama umat, murni memperjuangkan agama, murni memperjuangkan penegakan hukum, namun dituding ditunggangi oleh actor-aktor politik.

“Kepada kader IMM di daerah, cabang, komisariat, tumpah ruahlah dijalan, Di depan kampus, di depan gedung perwakilan rakyat, yang dibangun dari pajak rakyat Indonesia, Tuntut presiden bertangung jawab atas pernyataannya. Tuntut penegakan hukum yang tidak tebang pilih, termasuk kasus penistaan agama oleh Ahok. Teriakkan kedaulatan ekonomi bangsa,” Tegas Taufan dalam rilisnya. (kp)

Kok Polisi Sibuk Tangkap Aktivis, Tapi Biarin Ahok Melenggang Bebas


InfoBerbagaiBerita - Langkah aparat Kepolisian melakukan penangkapan sejumlah kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Sekretariatnya, baru-baru ini disesalkan.

Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane menegaskan, langkah tersebut memunculkan kegaduhan baru. Apalagi, cara cara penangkapan yang dilakukan aparat Kepolisian lebih mengedepankan arogansi kekuasaan.

Neta merasa, aktivis HMI bersama para ustad, habib, ulama, dan ratusan ribu umat Islam lainnya melakukan demo 411 karena Polri lamban dalam memproses kasus dugaan penistaan agama yang membelit Gubernur DKI non aktif, Basuki Tjahaja Purnama.

"Ketika aktivis mahasiswa berdemo dan terjadi benturan, kenapa mereka yang cenderung dikriminalisasi dan langsung ditangkap. Sementara sumber masalahnya, Ahok yang dituduh menistakan agama cenderung dipolemikan Polri dan kepolisian tidak main tangkap dalam kasus Ahok," jelas Neta dalam surat elektronik yang dikirimkan ke redaksi, Rabu (9/11).

Semula, lanjut dia, dalam menangani kasus demo 411, Polri sudah bekerja profesional, proporsional, dan elegan. Tapi kenapa pasca demo 411, aparat kepolisian justru mempertontonkan arogansi, main tangkap, dan jemput paksa.

"Kenapa Polri cenderung menggunakan cara cara Orde Baru dalam menghadapi aktivis mahasiswa. Polri harusnya menyadari bahwa peran mahasiswa dan aktivis sangat besar dalam menumbangkan kekuasaan Orde Baru hingga nasib Polri bisa seperti sekarang ini," sambungnya.

Neta menegaskan, apabila Polri benar benar bekerja profesional, tentu tidak ada diskriminasi. Dalam menangani kasus Ahok misalnya, Polri juga harus bekerja secepat menangkapi aktivis HMI.

"Selain itu Polri juga harus mengusut rekaman video yang beredar di masyarakat dimana ada pejabat Polri yang memprovokasi massa ormas keagamaan untuk menyerang aktivis HMI. Tapi kenapa video ini tidak diusut dan malah aktivis HMI yang dikriminalisasi."

IPW berharap, jajaran Polri bekerja profesional dan proporsional serta tidak mengedepankan arogansi, sehingga tidak akan menimbulkan kegaduhan baru. Jika mengedepankan arogansi, dengan cara menangkapi aktivis HMI, Polri bisa dituding tidak independen dan cenderung mengalihkan perhatian publik dari kasus Ahok.

"Dampaknya, bukan mustahil akan muncul masalah baru, yakni mahasiswa dan aktivis akan melakukan aksi demo untuk mengecam Polri, yang ujung ujungnya bisa membenturkan polisi dengan mahasiswa, yang merusak citra Polri," demikian Neta.  (rm)

Dilaporkan Kubu Jokowi, Kenapa Ahmad Dhani Justru Beruntung?


InfoBerbagaiBerita - Tim pemenangan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Bekasi, Sa'duddin-Ahmad Dhani, menyatakan tak terpengaruh kasus pelaporan Ahmad Dhani ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Kasus ini diyakini tak menggerus perolehan suara Ahmad Dhani di pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Bekasi.

Ketua tim pemenangan pasangan nomor urut 2 itu, Mustakim mengatakan, kasus itu malah menguntungkan. Alasannya bahwa Ahmad Dhani bakal dipertimbangkan oleh pemilih Islam di Kabupaten Bekasi. "Karena dia ikut membela Islam dalam kasus penistaan Agama," kata Mustakim, Selasa, 8 November 2016.

Karena itu, kata dia, kasus pelaporan mantan suami dari Maia Estianty tersebut, tak berpengaruh terhadap masa kampanye pasangan dengan akronim SAH tersebut. Timnya sampai saat ini terus bekerja demi mendongkrak perolehan suara Ahmad Dhani. "Tidak ada masalah dengan pencalonannya di Bekasi," kata Mustakim.

Ahmad Dhani dilaporkan oleh Laskar Rakyat Jokowi (LRJ) bersama Ormas Projo, ke Polda Metro Jaya (PMJ), pada Senin dini hari, 7 November 2016 pukul 01.00 WIB. Dhani dipolisikan lantaran diduga melakukan penghinaan terhadap Presiden Jokowi saat orasi pada demonstrasi 4 November di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.

Laporan tertuang dalam‎ laporan polisi nomor LP/5423/XI/2016/PMJ/Dit. Reskrimum. Dalam laporan itu, Dhani diduga melanggar pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dengan ancaman hukuman penjara 1,6 tahun. (tp)

LPJ: Silakan Polri Bersandiwara, tapi Ahok Wajib Jadi Tersangka


InfoBerbagaiBerita - Koordinator Lingkar Profesional Jakarta (LPJ), Dana Siregar, menyatakan, penanganan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan terlihat dalam dua pekan mendatang sebagaimana dijanjikan pemerintah.

Bukan semata-mata dilimpahkannya proses hukum di Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri ke pengadilan untuk disidangkan. Sebab umat Islam, pemuda, mahasiswa dan berbagai elemen lain yang melakukan Aksi Bela Islam II tahunya kasus Ahok selesai dua pekan mendatang.

“Keberhasilan penyelesaian kasus penistaan agama diukur jika dalam 2 minggu sudah ada putusan hakim,” kata Dana Siregar dalam keterangannya kepada Aktual.com, Selasa (8/11).

“Bukan putusan naik proses jadi penyidikan atau lainnya dan lain-lain. (Umat Islam) taunya 2 minggu ini kasus Ahok sudah ada putusan hakim,” sambungnya.

Disampaikan, penanganan kasus Ahok di Bareskrim Polri pertaruhannya sangat besar bagi keberlangsungan penegakan hukum di Indonesia. Dana Siregar khawatir bila penanganannya di Bareskrim tidak berkeadilan akan memicu umat Islam kembali turun jalan.

“Taruhannya terlalu besar. Silakan para penyelenggara negara bersandiwara. Mau sidang 24 jam kek, mau panggil saksi dari Arab atau mana kek. Yang wajib adalah 2 minggu ini kasus Ahok sudah ada putusan hakim,” jelasnya. (akt)

Jokowi Larang Awak Media Meliput Dan Menyuruh Keluar Ketika Dirinya Beri Pengarahan di PTIK, Ada Apa?


InfoBerbagaiBerita - Sejumlah awak media, Selasa (8/11/2016) diminta keluar saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pengarahan kepada para Perwira Tinggi (Pati), Kapolda serta komandan peleton Mabes Polri di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jalan Tritayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Pantauan di lokasi, sebelum Presiden memberikan arahan, media diperbolehkan untuk mengambil gambar saat Kapolri Tito Karnavian memberikan pengarahan. Namun ketika Presiden Jokowi masuk untuk memberikan materi, semua awak media diminta untuk mematikan alat perekam dan diminta untuk keluar ruangan.

Sebelum diminta untuk keluar, pernyataan Presiden sempat terekam iNews. Presiden mengatakan, “Tidak boleh institusi sebesar Polri ragu, takut kalah apalagi terhadap kelompok kecil, organisaasi-organisasi apapun, tokoh-tokoh siapapun.”

Baca: Presiden Jokowi: Institusi Sebesar Polri Tidak Boleh Kalah oleh "Kelompok Kecil"

Sebab, kata Jokowi, ketegasan dari Polri akan membuat negara menjadi kuat. “ Itu terletak di tangan saudara semuanya, negara harus kuat, jaga marwah institusi Polri, jaga marwah institusi Polri, jaga marwah negara,” sebutnya.

“Ingatkan penegakan hukum jelas dan tegas harus dilakukan,” tegasnya. (ok)

Predikat Jokowi sebagai Presiden Merakyat Luntur, Semua Hanya Pencitraan Saat Kampanye


InfoBerbagaiBerita - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih "blusukan" meninjau proyek pembangunan kereta Bandara di Tangerang, ketimbang menemui ‎perwakilan pengunjuk rasa yang menggelar aksi demonstrasi di depan Istana Merdeka, Jumat 4 November 2016.

Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menilai sikap Jokowi yang enggan menemui perwakilan demonstran telah melunturkan predikat "presiden merakyat" yang disandang Jokowi.

Menurut dia, langkah Jokowi meninggalkan Istana dalam ratusan ribu masyarakat  menghendaki kehadiran kepala negara bukan sikap kenegarawanan.

‎"Sosok Jokowi yang populis, merakyat, dan doyan blusukan nyaris tak menemukan relevansinya karena enggan menemui para demonstran‎," ujar Adi kepada Sindonews, Minggu (6/11/2016).

Menurut Adi, langkah Jokowi semakin membuat demonstran Aksi Bela Islam kecewa karena pada hari bersamaan Jokowi muncul di Istana dengan melontarkan tudingan aksi demonstrasi ditunggangi kepentingan politik.

Alih-alih ingin meredakan ketegangan, kata dia, pernyataan mantan Gubernur DKI Jakarta itu malah membuat pernyataan yang kontraproduktif atau tidak menyejukan masyarakat.

"Apalagi pernyataan itu tanpa bukti jelas, (seolah) menegaskan bahwa Presiden sedang ingin mencari kambing hitam atas ketidakmampuannya mengendalikan ribuan massa yang menuntut penuntasan kasus penghinaan terhadap Islam‎," katanya.

Seperti diberitakan, perwakilan demonstran gagal menemui Presiden Jokowi pada Jumat lalu. Jokowi tidak berada di Istana karena meninjau pembangunan kereta bandara di Tangerang. Perwakilan demonstran hanya diterima Wakil Presiden Jusuf Kalla yang didampingi Menko Polhukam Wiranto dan sejumlah menteri Kabinet kerja.

Para Buzzer Ahok Bereaksi dan Bandingkan Video Habib Rizieq ini dengan Video Ahok Soal Al Maidah 51




oleh: Jonru

Salah satu PELINTIRAN OPINI oleh para buzzer Ahok adalah lewat video berikut. Mereka menuduh Habib Rizieq menghina Al Quran. Lalu mereka berkata dengan bodohnya, "Jika Ahok dituduh menghina Al Quran, kenapa kalian diam saja saat Habib Rizieq menghina Al Quran? Bukankah kalimatnya sama dengan kalimat Ahok?"

Silahkan teman-teman tonton videonya, maka Anda akan TERTAWA TERBAHAK-BAHAK memikirkan betapa bodohnya para buzer tersebut.

Memang benar, Habib Rizieq pada video ini mengatakan "para ulama membodohi umat pakai ayat Al Quran". Namun konteksnya TENTU BERBEDA dengan ucapan Ahok.

Sejak awal video sudah disebutkan oleh Habib Rizieq tentang para ulama bejat. Apa yang dimaksud sebagai ulama bejat? Mereka adalah ulama yang hobi memelintir ayat-ayat Al Quran untuk KEPENTINGAN tertentu. Nah, para ulama bejat pun mengunakan hasil pelintiran ayat tersebut untuk membodohi umat.

FAKTANYA, hasil pelintiran ayat memang berisi kebohongan. Namanya juga hasil pelintiran. Dan kebohongan digunakan untuk membohongi atau membodohi umat.

Jadi di mana unsur penghinaannya?

Ayo, Jangan Mau Dibodohi Pake Opini-Opini Ngaco para Buzzer Ahok.